
Bangsa Indonesia tidak kekurangan orang
baik. Selalu saja muncul kesadaran individual atau kolektif dari jutaan
masyarakat Indonesia yang hidup bukan sebatas semata-mata kepentingan pribadi,
namun jauh dari itu yaitu hidup sebagai panggilan hati dan pengabdian kepada
Ilahi. Masyarakat tersebut ada yang ber-label guru, dosen, kepala desa dan
lain-lain.
Nun jauh di sana di desa terpencil bernama Desa
Purwasaba Kecamatan Manidraja Kebupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah.
Desa Purwasaba dulu bukan apa-apa. Desa biasa-biasa saja.
Anda bisa memahami dari makna “Purwasaba” yang
berasal dari dua kata “purwa” dan “saba”. Purwa mempunyai arti hutan, dan saba
artinya keluar dari rumah. Bisa jadi filosofis Purwasaba hutan yang menjadi
menjadi tempat “saba” atau “lunga” atau penampungan orang-orang yang berada di
luar rumah. Hutan dalam tradisi Jawa sering mempunyai mitos sebagai tempat yang
angker dan penuh dengan dedemit atau gendurwo. Tidak ada orang yang berani
masuk hutan kecuali para pertapa, para pencari kesaktian, pencari pesugihan, preman,
atau orang-orang yang sudah tidak diakui di tengah-tengah masyarakat karena
perbuatan amoral nya.
Bisa jadi purwasaba yang kehilangan status hutan
karena semakin banyak orang datang di tempat tersebut. Semakin lama desa
tersebut semakin ramai, akhirnya terbentuk suatu perkampungan atau desa yang
kemudian disebut dengan desa purwasaba, yaitu desa yang berasal dari hutan
-dulu nya -dan berubah menjadi desa. Hutan yang telah kehilangan status
hutannya, ia “saba” atau lari dari status kehutannnya menjadi desa.
Kini Desa Purwasaba dipimpin oleh seorang
kepala desa bernama Hoho Alkaf. Ia berbadan kekar. Seluruh tubuh nya bertato.
Ia benar-benar cermin dari makna desa tersebut yaitu desa sebagai tempat
persembunyian dari para preman. Ia benar-benar tampang preman.
Untuk mengukur status preman di kampung itu
sederhana yaitu bertato. Itu sudah resmi menjadi preman. Semua orang menolaknya.
Ia dianggap bagian dari manusia yang tidak berguna di lingkungan keluarga
maupun di kampungnya. Sampah masyarakat.
Berbeda dengan Hoho Alkaf. Ia adalah tipe
seorang laki-laki yang dicintai oleh masyarakat Desa Purwasaba. Ia adalah
kepala desa yang viral. Bukan hanya warga nya, tapi juga warga dunia maya
selalu memuji langkah-langkah cerdasnya dalam merubah desa yang terbelakang
menjadi desa swasembada pangan plus desa wisata.
Hoho Alkaf tentu sangat mengetahui ada
istilah efisiensi anggaran. Tapi ia juga tahu bagaimana mengatasi efisiensi
tersebut. Ia bersama warganya bahu-membahu, gotong royong menyulap desa nya
menjadi desa wisata dan desa percontohan sebagai sumber penghasilan. Gaji
aparat desa sudah tidak lagi dari bantuan tranfseran uang pemerintah pusat.
Tapi sudah cukup dari pendapatan desa tersebut.
Desa Purwasaba yang dulu terbelakang karena
akses jalan yang sangat rusak. Kini setiap jalan utama, dan gang-gang desa
tersebut telah diaspal. Di tengah-tengah sawah warga desa ada tempat peternakan
ayam yang penghasilannya telur 2.500 butir perhari. Jika harga satu telur Rp.3000,
maka setiap hari dari peternak telur menghasilan uang sebanyak Rp.7.500.000. Belum
dari sumber-sumber pendapatan lain seperti dari peternak sapi, tempat wisata
dan bengkok sawah.
Hoho Alkaf telah merubah citra negatif dirinya
sebagai seorang preman. Tato yang sebelum diindentikan dengan arogansi dan
premanisnya berubah sebagai sebuah seni yang diterima di masyarakat. Ia telah
berhasil meramu gaya preman dengan sentuhan-sentuhan pesugihan dicampur dengan
pendekatan ritual. Tentu saja pesugihan bukan dengan meminta kepada para mahluk
halus. Pesugihan yang ia ciptakan yaitu pesugihan pola modern yaitu
mengaktifkan seluruh energi warga masyarakat untuk berjibaku melakukan
perubahan besar-besaran dalam menciptakan kesejahteraan bersama. Langkah ini
berhasil. Semua warga masyarakat nya telah merasakan kebeherhasilan pembangunan
dari kades yang fenomenal ini.
Selain Hoho Alkaf sebenarnya ada kades
berprestasi lainnya seperti kades Pandu Dewanata, dan Slamet Raharjo. Semua ada
di Kabupaten Banjarnegara. Terlepas dari viral mereka saat sekarang ini karena
prestasi luarbiasa sebagai kepala desa, maka tidak memungkinkan semakin kuat
terpaan angin dari luar. Seberapa kuat pohon tersebut dan seberapa kuat juga
akar-akarnya menghujam ke bumi tentu akan ditentukan oleh waktu di masa
mendatang.
Anda mungkin pernah mendengar seorang
bupati dari Banjarnegara bernama Budhi Sarwono. Pengabdian seorang bupati tanpa
batas. Seorang mantan pengepul ekstasi yang telah bertaubat dan masuk Islam
telah mempersembahkan hidupnya untuk masyarakat.
Sebagai seorang bupati ia sering berbicara bloko
suto -apa ada nya -tanpa ada rekayasa. Termasuk gaji perbulan sangat kecil.
Katanya “ jika weteng ngelih, pikiran ngalih”. Suatu ungkapan realita
kehidupan seorang pejabat yang tidak bisa -jika tidak bisa dikatakan sulit -
melepaskan diri dari tindakan melawan hukum.
Namun, ia telah menabrak tembok raksasa.
Ini sebuah kesalahan pada sisi lain, meskipun pada tataran ideal nya ia ingin
merubah menjadi lebih baik. Justru kenekadan nya telah membuat dirinya tertimpa
bencana. Ternyata merubah kebaikan tidak selalu berjalan mulus dan perlu
strategi agar tidak membahayakan dirinya sendiri.
Penulis artikel ini tentu saja hanya bisa
berdoa semoga muncul para kades dan para pemimpin negeri ini semakin memberi
kemanfaatan kepada masyarakat nya. Saya optimis hal tersebut akan semakin
terwujud. Dan mewujudkan kemuliaan membutuhkan suatu proses dan tidak bisa
terbentuk dengan waktu yang sangat pendek.
Penulis : Vijianfaiz,PhD
Pahlawan ku, Pahlawan mu, dan Pahlawan Kita
10 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   145
Pahlawan Administrasi dan Pahlawan Sanubari
09 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   148
Hak Prerogatif
02 Agustus 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   447
Makna Suara Rakyat Suara Tuhan
02 Agustus 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   447
Hakim Syuraih, Baju Besi dan Ijazah
30 Juli 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   356
Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391
Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200
Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287
IMPLEMENTASI HAK-HAK POLITIK KELOMPOK MINORITAS MENURUT ABDURRAHMAN WAHID
Rabu , 18 Januari 2023      2255
Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120