Avatar

Imam Ghozali

Penulis Kolom

824 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Lupa Membersihkan Kaca



Selasa , 11 Februari 2025



Telah dibaca :  653

Saya lupa judul film pendek tadi malam. Sebenarnya biasa saja ceritanya. Tentang kisah mahasiswa dari keluarga miskin yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah. Ia sebenarnya anak yang pandai. Namun ada gangguan penglihatan. Jika ia melihat tulisan, seolah-olah tulisan menari-nari. Alur cerita nya hampir sama dengan Film India, Taare Zameen Par. Film yang mengisahkan seorang anak SD bernama Ishaan Awasthi yang kesulitan menganal angka dan huruf. Melalui guru muda yang sabar, ia kemudian bisa menjadi pelukis yang hebat.

Pada film yang tadi malam saya tonton, kasus nya sama, angka dan huruf menari-nari. Ia senantiasa dilecehkan oleh teman-teman nya yang cerdas dan selalu juara di setiap semester. Dosen dan teman-temannya tidak mengetahui persoalan yang sebenarnya. Ia bingung menceritakan kejadian yang sebenarnya. Hinaan dan cacian mereka menyebabkan ia bertambah menutup diri. Apalagi saat ia terkena skors tidak bisa tidur di asrama  selama satu minggu karena melanggar aturan, ia pun terpaksa tidur di emper toko.

Seorang bapak penjaga asrama melihatnya saat keliling di malam hari. Ada perasaan sedih dan kasihan. Akhirnya, ia dibangunkan dan disuruh menginap di ruang pos keamanan tempat ia kerja. Mungkin karena ada kesamaan persoalan hidup, mahasiswa tersebut membuka diri menceritakan berbagai persoalan. Salah satunya yaitu kesulitan melihat angka dan huruf.

Ada kalimat yang sangat indah saat mahasiswa tersebut putus asa dan hampir saja drop out.  Penjaga asrama menyampaikan kalimat nya kurang lebih begini: “Bukan seberapa pintar anda untuk sukses, tetapi seberapa besar perjuangan anda untuk meraih sukes”. Kalimat tersebut juga dikatakan oleh ibu nya yang sudah tua dan tinggal di rumah sederhana. Awalnya tidak percaya terhadap kekuatan kalimat tersebut. sang penjaga asrama tersebut menyakinkan, bahwa kesuksesan diraih kerja keras bukan sebatas kecerdasan.


Beruntung penjaga asrama tersebut adalah seorang ilmuwan. Tapi semua orang di asrama kampus tidak mengenalnya. Ia dulu adalah ahli matematika yang keahliannya memberi sumbangsih untuk peradaban negaranya. Hanya saja, suatu saat penemuannya digunakan untuk kepentingan pembuatan alat perang yang digunakan untuk membunuh manusia. Akhirnya ia berhenti dari pekerjaan dan melarikan diri dari negaranya. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya, ia menjadi security kampus.

Film ini ditutup dengan happy end. Mahasiswa yang hampir drop out mendapat pelatihan gratis dari ilmuwan tersebut. Angka dan huruf yang menari-nari bisa diatasi dengan memvisualisasikan bunyi-bunyi piano. Situasi menjadi normal. Akhirnya ia mampu menjadi pemenang matematika di kelasnya.

Paparan kisah tersebut hanya sebatas film hasil imajinasi sang sutradara dan penulis naskah. Hayalan semata. Tapi nilai-nilai yang terkandung di dalam nya adalah kenyataan di alam nyata. Manusia sering mudah menjustifikasi dengan tarian-tarian akal pikirannya. Seolah-olah dirinya sempurna dan melihat orang lain serba salah dan kekurangan. Kelebihan yang Allah anugerahkan pada dirinya justru terkadang menjadi bumerang yang menyebabkan dirinya terpenjara oleh keangkuhan jiwa. Seolah-olah hidup itu sudah digariskan dengan “tali mati”. Jika pintar tetap pintar, bodoh tetap bodoh. Darah biru tetap darah biru, darah merah tidak bisa berubah menjadi darah biru. Kenangan kejayaan masa lalu, telah membutakan hati dan membuat pikiran menjadi “ketul” untuk melihat apa yang dimaknai sebuah proses kehidupan.


Mungkin karena akal pikiran kita melihat standar kesempurnaan hidup pada hal-hal yang biasa-biasa saja. Sekolah yang hebat jika anak didiknya cerdas-cerdas. Mereka anak-anak pilihan hasil “sortiran” dari ratusan anak-anak. IQ nya di atas rata-rata. Setiap hari mereka ikut lest pelajaran ini dan itu. Maka saat guru masuk di lokal yang demikian, tidak perlu banyak bicara dan menerangkan. Cukup diberi soal, maka semua bisa menyelesaikan nya dengan baik. Guru hanya sebatas pengawas ujian nasional, bukan sebagai penuntun kebajikan, kebaikan serta keagungan.

Manusia pada umum nya kesulitan melihat bahwa anak yang suka panjat pohon, tidak tenang di lokal, suka bermain, dan banyak omong merupakan gambaran anak-anak “madesu” [masa depan suram]. Para pendidik melihat kondisi kelas seperti itu terkadang terlalu cepat mengibarkan bendera “kain putih” dan menyerah tanpa syarat.  Mereka menderita oleh peserta didik yang demikian. Kehadiranya benar-benar menjadi beban dan menambah beban para pendidik. Pada akhirnya, peserta didik yang demikian ditinggalkan tanpa mendapat perhatian serius.

Dunia ini sebenarnya adalah hamparan sekolah kehidupan yang maha luas. Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah mempunyai tugas untuk menebarkan peradaban yang agung. Persoalan sekarang, bukan seberapa tinggi dan mulia manusia di tengah-tengah masyarakat atas status yang disandang atas nama sebagai dosen, ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat. Semua menjadi tidak bernilai sama sekali saat pada diri mereka masih ada kebencian yang berkarat saat melihat orang-orang belum mengenal kebaikan.

Manusia harus melatih diri agar mengenal diri sendiri. Saat ia belum menjadi apa dan siapa, ia juga dulu bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Perjalanan manusia tidak selalu berjalan mulus. Tidak ada yang bersih. Hampir selalu melakukan kesalahan dan banyak dosa. Itu wajar-wajar saja agar proses kehidupan menjadi bermakna. Tugas manusia sebenarnya menebarkan kasih sayang sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sang Maha Kuasa dengan status-nya “rabbul ‘alamiin”.

Kenapa sekarang manusia semakin gersang. Kenapa saat sekarang ini dunia seolah-olah lebih trend perilaku  dengan suka membuka aib orang, mencaci maki, dan “ngetrek-ngetrek” borok nya dengan tanpa beban. Kenapa manusia seolah-olah menjadi lebih garang dari Sang Pencipta. Bahkan kewenangan Tuhan pun semakin kesini semakin diambil oleh manusia. Itu mungkin jenis manusia yang telah lupa “ngelap” kaca spion dirinya sendiri.



Penulis : Imam Ghozali


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


Avatar

???? Ticket; Process 0,75527660 BTC. Go to withdra

xlvu1e

   Berita Terkait

Bom Molotov, Sekolah dan Jiwa-Jiwa Merana
08 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   148

Asma Mustafa: Pendidikan Sebagai Ruh Kehidupan
11 Juni 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   514

Akreditasi Unggul, PAI Pembuka Kunci Sukses Prodi-Prodi Lain
08 Juni 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   753

Akreditas Unggul dan Akreditasi Subtansional
16 April 2025   Oleh : Imam Ghozali   727

Memadukan Dua Kutub Yang Berbeda
09 Oktober 2024   Oleh : Imam Ghozali   749

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10386


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3199


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120