Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Pahlawan Administrasi dan Pahlawan Sanubari



Minggu , 09 November 2025



Telah dibaca :  147

Sejak kecil saya sudah sering mendengar kalimat “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawannya”. Sejak kecil juga saya sudah diperkenalkan lukisan-lukisan para pahlawan. Mereka telah berjasa dalam perjuangan melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari dua jenis musuh: musuh dalam selimut (PKI, DI/TII) dan musuh luar selimut seperti NICA yang ingin merebut kembali kemerdekaan Indonesia yang diplokamirkan pada 17 Agustus 1945.

Apakah pahlawan hanya sebatas orang-orang yang berjasa mendirikan negara Indonesia atau hanya orang-orang yang berjuang melawan para penjajah dan mempertahankan NKRI dari rongrongan musuh seperti tersebut di atas.

Jika ukuran pahlawan hanya sebatas itu, maka bangsa Indonesia sangat miskin pahlawan. Menurutku “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu melahirkan pahlawan-pahlawan yang hebat”. Lahirnya pahlawan tidak ditentukan oleh waktu tertentu. Ia selalu hadir dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara setiap waktu. Tantangan zaman berbeda, maka berbeda juga pola perjuangannya. Para tokoh yang telah menorehkan karya pada masa nya, maka mereka adalah pahlawan.

Pahlawan masa lalu mempunyai jasa memperjuangan dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka telah dicatat dalam lembaran sejarah. Kita telah mengenal mereka sebagai bagian sejarah agar generasi penerus bisa menghargai jasa-jasa nya dan mengambil pembelejaran sisi positif dari mereka. Sebab setiap pahlawan yang hadir adalah manusia biasa. Ada sisi positif yang perlu menjadi suri tauladan, ada sisi kurang baik yang perlu dikubur dalam-dalam. Orang tua dulu mengatakan: “mikul duwur mendem jero”, artinya kita harus menempatkan para pahlawan ditempat yang mulia dan menutup segala kekurangan yang ada pada dirinya.

Ketika Indonesia telah menghirup angin kemerdekaan, muncul suatu generasi yang telah mewarnai catatan sejarah bangsa dan negara Indonesia. Mereka telah berjasa menjaga dan mengisi sejarah dengan karya. Meskipun tidak sempurna. Tidak apa-apa. Sebab pahlawan lahir bukan dari kesempurnaan, tapi dari segala kekurangan yang terus menerus berkarya untuk kemaslahatan masyarakat, bangsa, negara dan agama.

Di era bangsa dan negara yang telah merdeka, para pahlawan tidak harus mempunyai jasa yang bersifat kuli-umum-yang sering diidentikan dalam dunia politik sebagai seorang presiden, seorang proklamator dan seorang pembebas dari kolonialisme penjajah.

Era kemerdekaan, pahlawan bisa saja berjasa pada bidang-bidang tertentu atau hal-hal yang bersifat parsial-juz iyah-seperti pendidikan, ekonomi, hukum, agama, kemanusiaan, budaya dan lain-lain. Ada seorang yang mempunyai keahlian tertentu dan dengan keahlian nya telah memberi warna positif bagi kemalsahatan umat, maka ia juga bisa disebut pahlawan. Meskipun ada sebagian kelompok tertentu tidak bisa menerima nya. Bahkan para tokoh yang telah mendapatkan gelar pahlawan pun sampai detik ini masih ada sebagian kelompok tidak menerima dengan landasan catatan sejarah yang ada. Status “pahlawan” di masyarakat yang heterogen selalu saja ada pro dan kontra. Ada yang selalu menguliti kesalahannya, ada juga yang selalu menyanjung jasa-jasanya.

Seorang pahlawan lahir tidak serta-merta kesepakatan seluruh lapisan masyarakat. Ia lahir dari kompromi politik. Meskipun sebagian masyarakat menolak, ketika kompromi politik memungkinan untuk menjadi seorang pahlawan, maka pemerintah mempunyai otoritas untuk menjadikan ia sebagai seorang pahlawan. Sebab pahlawan lahir dari kepercayaan masyarakat tertentu atas segala jasa-jasa kebaikannya dan ingin mengenangnya sebagai seorang pahlawan atas jasa-jasa tersebut. Maka, orang-orang yang tidak merasa atas sumbangsihnya-bahkan bisa jadi dalam sejarah hadir sebagai musuhnya- akan menolak keberadaannya. Orang-orang yang menolaknya tentu atas dasar catatan sejarah yang kadang sangat sulit dilupakannya.

Apakah seorang pahlawan harus mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Untuk kepentingan admistrasi, pemerintah mempunyai otoritas untuk merapikan dan mengarsipkan status para tokoh yang telah mendapatkan gelar pahlawan.

Pengakuan seorang tokoh menjadi pahlawan memang tidak serta merta harus ada legitimasi stempel pemerintah. Di sekitar kita ada banyak orang-orang yang berjasa bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Ada seorang seorang pemuda yang bernama Farandi Burhan dari Wonogiri menanam pohon di lokasi  bukit yang gundul dan tanah tandus agar tidak longsor. Ada juga Mbah Sadiman dari daerah tersebut yang sudah selama 20 tahun menanam pohon beringin dan pohon lainnya di bukit-bukit agar bukti tersebut bisa menghasilkan ketersediaan air saat di musim kemarau. Ada Diana Cristiana Dacosta Ati seorang guru SD yang berjuang mencerdaskan anak bangsa di pelosok desa di papua. Ada dr. Raden Rubini Natawisastra yang menjadi dokter bertugas di daerah terpencil yang sering menolak mendapatkan bayaran dari masyarakat yang tidak mampu. Masih banyak lagi para pahlawan yang tidak mementingkan pengakuan dari pemerintah. Mereka lahir dari kesadaran spiritual dan kemanusiaan yang tinggi untuk mengabdi terbaik kepada masyarakat.

Sebagai penutup dalam rangka memperingati hari pahlawan, saya bisa melihat bahwa betapa sulitnya untuk mendapatkan gelar “pahlawan”. Selalu saja terjadi kontroversi yang tidak berkesudahan.

Tentu saja bagi tokoh -yang telah mendapatkan gelar pahlawan atau tidak sama sekali- tidak memperdulikan status apakah dihargai atau tidak perjuangan dan karya mereka oleh sebagian masyarakat. Sebab para pahlawan lahir mempunyai semangat besar memperjuangkan kemaslahatan masyarakat luas. Ketika hal tersebut terwujud, maka itulah kebahagiaan terbesar meskipun tidak mendapatkan gelar pahlawan. Mereka menjadi pahlawan di hati sanubari masyarakat dan akan tetap hidup sepanjang hayat. 



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Pahlawan ku, Pahlawan mu, dan Pahlawan Kita
10 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   143

Kades Hoho, Warga Nya Hahaha
04 Agustus 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   490

Hak Prerogatif
02 Agustus 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   446

Makna Suara Rakyat Suara Tuhan
02 Agustus 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   446

Hakim Syuraih, Baju Besi dan Ijazah
30 Juli 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   355

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10390


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3199


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120