Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Benci dan Rindu saat Bulan Puasa Akan Berakhir



Kamis , 27 Maret 2025



Telah dibaca :  734

Puasa itu unik. Disaat Puasa Ramadhan hampir selesai, ada rindu dan benci di sana. Sebagian orang ada rasa rindu merasakan nikmatnya puasa. Persis kisah mbok de ku. Suatu waktu di bulan ramadhan ia menangis. Saya memberanikan diri bertanya asbab ia menangis. Ia menjawab : “Bulan puasa akan meninggalkan ku. Entah tahun depan masih bisa bertemu atau tidak dengan bulan Ramadhan”. Saya mengingat wajah nya yang sayu. Ada rindu yang mendalam. Ada rasa cinta yang tidak terucap. Tapi pancaran wajah terlihat jelas rasa kehilangan pada bulan yang agung. Bulan yang lebih mulia dari seribu bulan.

Sebagian orang di sebelah sana, ada yang merasa bahagia bulan puasa berlalu. Ia merasa bulan Ramadhan menjadi beban. Pengeluaran bertambah. Kebutuhan hidup meningkat. Anak-anak semakin bertambah besar semakin banyak kebutuhannya. Sedang penghasilan stagnan. Bahkan terasa semakin hari semakin berkurang. Kerja sebatas buruh serabutan. Tenaga tidak kuat untuk bekerja saat berpuasa. Akhirnya, ia pun melalui bulan Ramadhan dengan tidak menjalankan ibadah puasa.

Puasa bukan sebatas persoalan kemampuan menahan lapar dan dahaga. Ada rahasia yang sangat agung, yaitu membersihkan kerak-kerak kerakusan yang bersarang dalam hati, dan membersihkan nya dengan nilai-nilai kemulyaan. Sehingga kita benar-benar lahir menjadi manusia yang sehat jasmaninya dan spiritualnya.

Sadar atau tidak, secara naluri [siapapun orangnya] senantiasa muncul kerakusan atau ketamakan dengan baju beragam. Kerakusan dan ketamakan adalah penyakit ruhaniah. Ia tidak kelihatan dalam balutan baju seragam, baju religius dan baju kedinasan. Puasa hadir untuk membuka tabir hakikat penyakit rakus sungguh sangat hina sekali. rasa rakus seperti kita berbuka puasa. Berlomba-lomba ingin dimakan semua nya. Padahal, anda yang makan apa adanya, dengan makan berbuka yang harganya cukup mahal tetap akan menjadi sampah di pagi hari. Ironisnya, semua itu menjadi rebutan.

Manusia membutuhkan nilai-nilai ruhaniah. Sebab manusia bukan sebatas makhluk jasmaniah yang hidup hanya selalu berurusan dengan makanan.  Ketika manusia hanya dibatasi pada urusan jasmaniah saja, maka ia menjadi manusia yang berpenyakit. Sebab semakin banyak yang dimakan, semakin besar potensi beragam penyakit akan muncul akibat dari beragam makanan yang ia makan.

Manusia juga bukan hanya sebatas kemampuan dalam berfikir atau kecerdasan intelektual. Kata jean jaques rousseau ketika manusia sebatas pada kemampuan intelektual maka akan muncul suatu perdebatan akal yang beragam yang memunculkan juga beragam penyakit. Semakin banyak orang pandai sebatas intelektual saja, semakin sulit ditemukan orang jujur (Rakhmat, Membuka Tirau Kegaiban , 2008).

Manusia adalah makhluk jasmaniah dan ruhaniah. Ia membutuhkan makanan, mempunyai kecerdasan untuk mencari makanan, dan mempunyai ruhaniah untuk bisa memilih dan memilah apa yang dimakan sesuai dengan pesan-pesan Tuhan dan meninggalkan hal-hal yang tidak sesuai dengan pesan-pesan kebaikan dari-Nya.

Ketika Tuhan meletakan output puasa pada mutaqin berarti Tuhan mengharapkan nilai-nilai ruhaniah mendominasi dalam setiap proses kehidupan manusia. Nilai-nilai ruhaniah orang yang berpuasa adalah nilai-nilai keselarasan hidup dasar manusia yang melihat setiap orang dengan penuh kedamaian. Dari nya mampu melahirkan kehidupan yang penuh makna. Ia mampu menebarkan kemanfaatan untuk dirinya dan orang lain. ia sudah mulai melupakan hal-hal yang negatif dari orang lain yang dilemparkan kepada nya. Ia sudah mulai fokus memberi manfaat untuk kebahagiaan dan perdamaian. Meskipun banyak rintangan yang menghadangnya.

Produk orang ahli puasa adalah produk orang-orang yang siap menerima penderitaan fisik untuk mencapai  jiwa yang agung. Para ahli puasa pada agama lain juga telah menebarkan kemuliaan tanpa melihat latarbelakang manusia. Tirakat puasa yang penuh dengan rasa lapar, haus, dan tenaga berkurang telah memancarkan rasa kasih sayang kepada sesama manusia.

Pada ajaran Agama Budha, seorang Budha Akyamuni meninggalkan Istana untuk mencari solusi kehidupan. Ia bermeditasi dan berpuasa di dalam hutan. Ia melakukan ritual tersebut bertahun-tahun. Setelah melakukan perjalanan spiritual dan menjelajahi hutan dan desa-desa dengan berjalan kaki, ia menemukan jiwa welas asih dan menebarkan kedamaian yang jauh dari kehidupan sebatas mengumpulkan kekayaan. Orientasi hidupnya telah berubah untuk mengabdi kepada masyarakat dan membantu memperkenalkan kehidupan yang kekal abadi. Ia mengharumi seluruh penjuru mata angin (Ikeda, 2010).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ia menyendiri di gua hira. Puasa dan mengasah kebatinan untuk mencari kebenaran sejati. Hiruk pikuk kehidupan masyarakat jahiliyah yang penuh gebyar kemewahan dunia telah mematikan hati mereka. Kebenaran tertutup oleh nafsu duniawi.

Ketika ritual puasa dijalankan oleh nabi dengan penuh kekhusu’an “iman wa ikhtisab”. Hati bersih. Suci. Maka Tuhan menaruh firman-firman-Nya kedalam dada yang penuh dengan hikmah. Dari Nabi juga muncul hadist qauli, fi’li, dan taqriri yang menginspirasi lahirnya sistem kehidupan yang disebut Madinah Munawarah. Sebelumnya bernama Yastrib. Mengacu dari nama Yastrib bin Qaniyah bin Mahlail bin Iram bin Abl bin ‘Iwadh bin Iram bin Sam bin Nuh (Misrawi, 2009).

Madinah Al-Munawarah adalah sistem pemerintah yang sangat modern. Melalui Konstitusi Piagam Madinah, Nabi Muhammad bisa menyatukan seluruh umat beragama yang mempunyai hak dan kewajiban sama untuk membangun tatanan hidup yang modern.

Dari paparan di atas, daya dobrak nilai-nilai puasa mempunyai kontribusi besar untuk memperbaiki sistem masyarakat dan pemerintahan. Seberapa besar umat Islam merindukan puasa,sebesar itu juga potensi perubahan tercipta.

Jika tatanan kehidupan masyarakat belum mengalami perubahan maksimal, maka mari kita sama-sama intropeksi diri kualitas rindu kepada kepada puasa. Jangan-jangan rinduk kita kepada bulan Ramadhan masih imitasi alias sebatas cinta monyet.



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Ilmu Tawakal Hatim Al-Ashom; Rizqi Yang Tidak Tertukar
13 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   928

Doaku, Doamu, dan Doa Harimau
12 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   568

Doa Kebaikan Untuk Orang Lain, Sebenarnya Untuk Diri Sendiri
11 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   681

Puasa, Idul Fitri dan Perubahan Pola Makan
06 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   703

Idul Fitri dan Misi Perdamaian
05 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   831

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10395


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3201


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120