Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Imunisasi Iman



Selasa , 18 Maret 2025



Telah dibaca :  380

Sahabat-sahabat ku yang hebat,

Hidup adalah masalah. Selesai masalah satu, bisa jadi muncul masalah sepuluh, duapuluh dan seterusnya. Seorang siswa ingin kuliah. Itu masalah. Hanya ingin kuliah, tapi berkaitan dengan kuliah sangat banyak. Kelihatannya sepele; ingin kuliah. Jurusan apa? Satu pertanyaan itu saja bisa melahirkan berbagai masalah. Tidak diterima, masalah. Diterima masalah. Ingin kuliah kedokteran, lalu anaknya diterima di fakultas tersebut. Senang anaknya, tapi orang tua nya masuk Rumah Sakit. Sebab mikir biaya masuk mencapai ratusan juta.

Semakin modern, manusia semakin mengalami tekanan jiwa. Stress menghadapi persaingan di dunia usaha. Negara-negara hebat pun sama. Negara Cina sekitar 18,8% sarjana S1 dan S2 nganggur (https://kumparan.com, 2024). Negara Amerika Serikat mengalami trend pengangguran naik. Pada tahun 2025 sekitar 4% belum punya pekerjaan (https://id.tradingeconomics.com, 2025).

Persoalan sejenis tersebut di atas sebenarnya sudah ada sejak lama. Al-qur’an juga menceritakan kisah persaingan Qabil dan Habil berkaitan dengan kebutuhan hidup. Al-qur’an juga telah menceritakan Qarun pada masa Nabi Musa. Dulu dan sekarang sama, format dan masa nya yang berbeda.

Sahabat-sahabat ku yang hebat,

Mari kita lupakan sejenak persoalan tersebut di atas. mari kita merenungi ayat-ayat dalam Surat Al-Baqarah ayat-3 sebagai berikut:

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۙ

Artinya:

(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,

Ayat tersebut mempunyai hubungan ayat sebelum nya tentang orang-orang mutaqin yang mendapatkan petunjuk dari Al-Qur’an. Orang-orang mutaqin mempunyai ciri sebagai berikut:

Pertama, beriman kepada yang ghaib. Ia tidak bisa dilihat dengan panca Indera, tapi bisa dirasa dengan akal-pikiran (Hamka, t.t). bersifat abstrak dan tidak terjangkau oleh panca-indera. Kepercayaan atau iman kepada ghaib puncaknya iman kepada Allah SWT. Puncak kepercayaan kepada-Nya pada akal dan hati. Jika sudah percaya, maka sudah tidak ada keraguan apapun akan rencana besar-Nya (Shihab, 2002).

Sahabat-sahabat ku yang hebat,

Sekarang kita sama-sama memahami fenomena apa yang disebut “trend pengangguran” yang telah membuat kita merasa sangat sedih. Saat membuka media sosial, nafas terasa sesak. Ada gelombang PHK besar-besaran. Efesiensi anggaran. Biaya sekolah tinggi. Kebutuhan hidup bertambah. Penghasilan semakin hari semakin tidak menentu. Cicilan rumah dan kendaraan masih banyak. Hutang di Bank masih bertahun-tahun. Kepala pusing. Stress. Persoalan terasa seperti tidak ada jalan keluarnya.

Apakah persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan keimanan? Tentu saja bisa. Iman bekerja secara pelan, serius dan dinamis. Keimanan yang tinggi kita kepada-nya berarti kita belajar mengosongkan diri hati dan pikiran dari persoalan duniawi. Cuci Gudang. Ketika sudah bersih, masukan akal dan pikiran kita pada energi keimanan kepada-Nya hingga benar-benar meluber dan membasaih seluruh tubuh kita. Hingga kita merasakan dingin, tenang dan bahagia. Jika sudah menemukan kondisi seperti ini, maka pertahankan. Sebab kita mulai merasakan pengaruh iman sudah mulai bekerja dengan baik.

Iman memang tidak mendatangkan seluruh keinginan kita seperti dongeng Lampu Aladin. Saat kita ada masalah dengan pekerjaan dan hutang, maka permasalah tersebut tetap ada. saat anda banyak tanggungan, maka tanggungan harus juga dilunasi.

Tapi, keimanan yang kuat membantu menjalankan hidup dengan sangat baik. Keimanan yang bekerja dengan petunjuk-petunjuk Sang Maha Kuasa menyebabkan manusia menjadi tangguh, pikiran berfungsi kembali dengan baik, dan tenaga kembali melimpah seperti sedia kala. Jadi, iman bekerja menormalkan hakikat manusia yang tangguh. Manusia tangguh lahir dari keyakinan kepada Allah sangat meluber. Sehingga pikiran dan hati terpatri bahwa semua dari Allah dan atas bantuan-Nya semua bisa diselesaikan dengan baik.

Imam Al-Ghozali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin mengambil pendapat Imam Syafi’i sebagai berikut:

Tidak ada keteguhan hati kecuali sesudah diuji. Apabila diuji maka bersabar. Apabila bersabar maka teguhlah hati. Tidakah engkau lihat, bahwa Allah menguji Nabi Ibrahim, kemudian ia memberikan ketetapan-nya dalam hati. Ia menguji kepada Nabi Musa dan Ia memberikannya ketetapan hati. Ia menguji Nabi Ayub, dan ia memberikan ketetapannya dalam hati. Ia menguji Nabi Sulaiman dan Ia memberikannya ketetapan dalam hati dan menganugerahinya Kerajaan. Maka ketetapan hati adalah derajat yang paling utama (asy-Syafi'i, 2008).

Sahabat-sahabat ku yang hebat,

Persoalan orang-orang masa lalu jauh lebih berat dari persoalan kita sekarang. Mereka dulu berkaitan dengan persoalan akidah, ibadah dan kehidupan sosial-ekonomi yang sangat komplek. Mereka mempunyai keteguhan hati yang membaca. Yakin akan pertolongan Allah. Menghujam dalam hati. sangat kuat sekali. Maka Tuhan pun memberi anugerah kekuatan yang luarbiasa kepada akal-pikiran, hati dan tenaga untuk mengurai sediki-demi sedikit berbagai persoalan dengan sangat hebat. Tuhan yang kita Imani akan bekerja dengan sangat indah saat keteguhan hati sudah memuncak dan menjadi way of life.

Iman yang kuat melahirkan keteguhan hati yang hebat. Bukan omon-omon. Bukan sebatas iman “tempe” di pagi hari, tapi “kedelai” di sore hari. Kita menghadapi persoalan pekerjaan dan kebutuhan hidup, bukan menghadapi perang seperti nabi Muhammad saat Perang Badar. Anda bisa membayangkan pasukan Islam hanya berjumlah 300-an orang, musuh 1000-an orang. Sebagian sahabat juga mempunyai rasa sedih, risau, galau dan kacau pikiran seperti yang kita alami saat sekarang ini. Mereka menghadapi dua pilihan: hidup dan mati. Mereka bukan sedang berfikir hutang dan cicilan mobil atau rumah. Mereka sedang mempertaruhkan nyawa nya.

Maka pilihan yang tepat adalah keteguhan hati menghadapi persoalan hidup. Allah menjadi penolong utama. Yakin dan bergerak. Terbukti, perang dimenangkan oleh pasukan Rasulullah SAW.

Dari paparan di atas, kita bisa memahami bahwa keimanan kita kepada ghaib adalah keyakinan mutlak akan kekuasaan allah dan kita menyakini serratus persen akan pertolongan-nya. Cara berfikir seperti ini sudah terbukti sukses oleh generasi sebelum kita. Sebab keyakinan membuat energi kita menumpuk sangat banyak dan siap mentranfer segala aktifitas dan solusi-solusi positif sehingga sedikit-demi sedikit beban semakin berkurang. 



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Q.S. Al-Baqarah Ayat 66 : Pesan Terbuka Bani Israel Bagi Umat Islam
11 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   96

Q.S. Al-Baqarah Ayat 65 : Ketika Allah Mengutuk Bani Israel Menjadi Monyet
17 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   295

Q.S. Al-Baqarah Ayat 63 : Akibat Inovasi Meninggalkan Kitab Suci
07 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   272

Q.S. Al-Baqarah Ayat 62 : Jalan Menghilangkan Rasa Sedih Akut
04 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   355

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120