Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Jihad Radius 94 km: Sempena Memperingati Hari Santri


 DIARY

Rabu , 15 Oktober 2025



Telah dibaca :  128

Islam lahir sebagai agama dakwah. Nabi Muhammad SAW telah memberikan uswatun hasanah kepada umat nya. Ia telah membuat konten positif untuk mengganti sekaligus melawan konten negatif plus provokatif masyarakat jahiliyah seperti minum-minuman keras, berjudi, menikahi ibunya, membunuh bayi perempuan karena takut miskin, memberi warisan kepada anak angkat laki-laki dan konten-konten lain yang merusak peradaban masyarakat jahiliyah. Pertarungan konten kreator saat itu sangat jelas garis pemisah: Islam Vs jahiliyah. Islam mengedepankan tauhid, keluhuran budi pekerti sedangkan jahiliyah lebih mengedepankan nafsu dan sebatas kepentingan dunia semata. 

Segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan oleh Nabi telah menjadi rujukan kehidupan yang agung. Semua sahabat sangat mencintainya. Demi perjuangan Islam, ada sahabat merelakan seluruh hartanya diberikan kepada nabi Muhammad. Bahkan sahabat-sahabat Nabi yang kehidupannya sederhana ekonominya, sangat senang sekali menyambut Nabi dengan memasakan makanan yang terbaik untuk nya. Tidak hanya itu saja, ia pun sering kali memberikan sebagian hartanya untuk kepentingan dakwah Islam. bahkan ada sahabat Nabi yang suka menyimpan potongan rambut Nabi dan menyimpan keringat Nabi ketika ia tertidur. Kekuatan spiritual kecintaan nabi telah menjelma menjadi energi berlimpah umat nya untuk senantiasa mencintai nya dengan sepenuh hati.

Cinta para sahabat Nabi sangat mendalam sedemikian rupa. Sampai-sampai kaum kafirin mengejek dan menganggap mereka sebagai kelompok yang bodoh atas perilaku nya yang sangat menghormati Nabi berlebih-lebihan dan mengorbankan harta tanpa kenal hitungan serta mencintai tanpa batas.

Kaum kafirin sangat membenci sikap tersebut. sebab sikap cinta yang demikian melahirkan militansi umat nabi akan terus menebar dan terus berkembang menjadi kekuatan maha dahsyat seperti kekuatan air laut yang maha luas. Tidak ada satu kekuatan yang bisa membendungnya.

Keindahan Nabi tidak hanya berhenti di Jazirah Arab. Umat Islam semakin luas. Mereka semakin masif mempromosikan keagungan Nabi Muhammad ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke wilayah Nusantara.

Islam masuk ke Indonesia-Nusantara- sudah sangat tua yaitu pada masa Kerajaan Majapahit. Perkembangan Islam tidak lepas dari para pedagang di lautan india yang didominasi penganut Islam. Berarti pada abad ke-15, Islam sudah menjadi bagian dari agama masyarakat nusantara dan mendirikan Kerajaan demak pasca hancurnya Kerajaan Majapahit (Dhofier, Tradisi Pesantren , 2011).

Sebagaimana Islam di Arab Saudi sangat dibenci oleh kaum jahiliyah, di Indonesia juga sangat dibenci oleh jahiliyah modern. Ketika pesantren menjadi tonggak kekuatan Islam pada abad 17,18, dan 19, kolonialisme Belanda sangat ketakutan terhadap kekuatan tersebut. Berikut tulisan dari D.K Emerson:

Ketakutan Belanda kepada orang-orang yang condong kepada islam -pesantren- mempenaruhi struktur dan kesempatan dalam adminsitrasi kepegawaian pribumi; pada waktu seorang patih yang dilaporkan menghina islam oleh belanda dinaikkan pangkatnya menjadi bupati, maka hal ini menjadi Pelajaran yang jelas bagi teman-temannya  (D.K.Emmerson, 1976).

Dari fakta tersebut menunjukan bahwa pesantren sejak kelahirannya di bumi Nusantara-indonesia-sudah mendapatkan intimidasi, ancaman dan bahkan pembubaran dari kolonialisme belanda karena dianggap satu-satunya kelompok yang tegas menolak penjajahan dan membahayakan penjajah.

Pada tahun 1810 Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan dekrit agar para kyai yang melakukan perjalanan harus mempunyai paspor dengan tujuan agar mudah diawasi segala kegiatannya. Ini menunjukan kedudukan kyai yang mempunyai kekuatan mampu menggerakan umatnya melawan kolonialisme saat itu. Rafles juga mengakui bahwa setiap kyai di Indonesia mempunyai kedudukan tinggi dan dihormati oleh santri dan masyarakat. Kelompok ini-kyai dan pesantren-dalam sejarah sangat aktif menentang kolonialisme dan melakukan berbagai gerakan pemberontakan (F de Haan, 1912).

Pandangan Rafles tentang kedudukan kyai di tengah-tengah masyarakat muslim saat itu bukan sembarang asal kata. Ia telah melakukan penelitian ilmiah dengan melibatkan kaki tangan-kaki tangan nya. hingga pada suatu kesimpulan akhir, bahwa satu-satunya kelompok muslim yang terang-terangan melawan penjajah dan tidak mau kerjasama yaitu golongan muslim Pesantren Tradisional Ahlusunnah Wal Jamaah.

Fakta ini juga dibuktikan dalam sejarah. peristiwa resolusi jihad yang terjadi di Surabaya. Pencetusnya adalah Hadratusyeikh K.H. Hasim Asy’ari. Isi resolusi jihad yaitu: pertama, kemerdekaan Indonesia yang diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan; kedua Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan; ketiga musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang dengan membonceng tugas-tugas tentara sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia; keempat umat Islam terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak menjajah Indonesia; kelima kewajiban tersebut adalah suatu jihad yang menjadikan kewajiban tiap-tiap orang Islam yang berada pada jarak radius 94 km. Adapun diluar jarak tersebut, berkewajiban membantu saudara-saudaranya dalam jarak radius 94 km tersebut (El-Guyanie, 2010).

Ketika kyai dan santri selesai resolusi jihad, datang persoalan baru yaitu musuh dari internal bangsa sendiri yaitu kaum komunis. Lagi-lagi, kyai dan santri dibuat konten jahat oleh PKI lagi dengan menyebut ulama sebagai“ Tujuh Setan Desa”. Konten tersebut sangat kreatif dan merusak, sehingga terjadi perang terbuka antara ulama, santri-NU- dengan PKI pada 1948-1965. Salah satu pesantren yang menjadi sasaran yaitu Pesantren Lirboyo (https://hidayatullah.com, 2020).

Jihad radius 94 km adalah bukti nyata telah membuktikan konsistensi ulama, kyai dan santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Jihad para ulama, kyai dan santri melawan gerakan PKI sejak tahun 1948-1965 juga bukti nyata mereka menolak secara tegas bangsa dan negara ini menjadi negara komunis. Para ulama,kyai dan santri rela mengorbankan jiwa dan raga demi terwujudkan negara yang berlandaskan nilai-nilai syariat Islam.

Terlepas dari segala kekurangan yang ada sebagai manusia dan sebagai lembaga pendidikan,para ulama, kyai santri dan pondok pesantren telah meletakan hatinya dan me-waqaf-kan dirinya untuk menghidupkan agama Allah yang rahmatalil ‘alamin. Pola pendidikan yang demikian ini membuat mereka tetap semangat untuk terus berjihad dalam arus gempuran arus modernisasi dan kejam nya dunia digital yang semakin mengikis dan menghancurkan nilai-nilai moral bangsa Indonesia.



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Lomba Debat
06 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   121

Little is Beautiful:Catatan Expo HMPS KPI
05 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   191

Melihat Kejadian dengan Kacamata Iman
04 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   176

Cahaya Ketenangan Batin
04 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   104

Expo Kemandirian Pesantren: Tantangan Bukan Rintangan
30 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   258

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120