
Hari ini saya melakukan perjalanan melalui
Transportasi Laut menuju Selatpanjang. Suasana pagi terlihat mendung, angin
kuat dan gelombang Laut lumayan besar. Sangat terasa goyangan di dalam Kapal
Dumai Line. Biasanya saya membuka Laptop. Pagi ini tidak bisa. Gantinya
mengambil Buku Catatan, dan menulis hal-hal yang dianggap penting selama dalam
perjalanan Laut. Ketika letih, saya membuka Twitter dan WA. Saat membuka WA Grup, ada berita duka. Ibunda Purwaji (Gus Pur) Ketua PW Ansor Riau meninggal dunia.
Sebelumnya, Istri Pak Imam Hakim, M.Si, Ir.Hj, Sulatri telah dipanggil oleh Allah
SWT. Semoga kedua nya mendapatkan tempat yang mulia disisi-Nya, amin.
Saya dan keluarga mempunyai kenangan
kebaikan Ibunda Sundari sekitar 20 hari. Kenangan pertama saat istri saya sakit
mata dan mengalami kebutaan pada tahun 2018. Waktu itu,saya sedang menguji
Skripsi di Kampus. Istri SMS bahwa pandangan mata nya kabur. Pikir saya,
mungkin pengaruh darah rendah atau pengaruh datang bulan. Saya kurang
menanggapinya. Namun tak lama kemudian, SMS lagi dengan tulisan yang mulai
tidak tepat huruf-huruf nya. Isinya, pandangan mata nya semakin kabur dan susah
melihat. Saya bergegas pulang. Saat Istriku sedang makan, saya melihat selalu
kesulitan mengambil lauk yang berada di Piring. Saya terkejut sekali. Padahal
baru beberapa menit lalu, masih bisa menulis SMS, kini benar-benar tidak bisa
melihat. Kenapa proses tidak bisa melihat ( buta) sangat cepat sekali. Saya
pun bergegas membawanya ke Klinik dr.
Joko Nugroho.
Hasil pemeriksaan, dokter menyarankan segera
dibawa ke Rumah Sakit Spesialis Mata. Setelah mendapat surat rujukan,sore itu
pun langsung ke Pekanbaru. Rumah Sakit Spesialis Mata yang terkenal yaitu SMEC Jl. Arifin
Ahmad, Marpoyan Damai, Pekanbaru.
Di perjalanan,,saya menelpon sahabat Gus
Pur. Tujuan nya mencari informasi, Penginapan
dekat RS SMEC. Atas segala pertimbangan, dia pun menyarankan untuk tinggal di Rumah
nya. Menurutnya beberapa hari ke depan rumah kosong. Dia dan Istrinya akan
berangkat Umroh. Di rumah hanya Ibu dan bapak nya,serta Sahabat Banser, Ndan Bayu.
Sekitar 20 hari saya tinggal di Rumah Gus
Pur. Pagi-pagi almarhumah Ibu Sundari (Ibunda
Gus Pur) sudah bangun dan masak di Dapur. Kadang Mertua saya atau Mbah Putri membantu.
Sedangkan saya sendiri kebagian menemani istri. Jika dia membutuhkan sesuatu
seperti makan atau minum obat, atau jalan-jalan di siang hari, saya harus siap
membantunya setiap hari. Anak laki-laki saya, Faiz waktu itu masih berumur
sekitar 1 tahun, masih kecil sering
menangis. Mungkin tidak betah. Dia Ingin digendong sama Umi nya. Tapi tidak
mungkin, Umi nya lagi sakit. Mbah Putri sibuk nggendong dan menghiburnya agar
tidak menangis.
Almarhumah Ibu Sundari pun terbawa suasana
sedih. Setiap hari sebelum menginap di Rumah Sakit, saya berjalan-jalan di depan Rumah. Dia selalu melihat istri ku
berjalan dan dituntun setiap hari. Apalagi Faiz sering sekali menangis dan
minta pulang. Saya sering mendengar obrolan nya dengan Mbah Putri asbab mengapa
bisa terjadi demikian. Namun akhir obrolan selalu saja ditutup bahwa semua
sudah diatur oleh Allah SWT.
Hari pertama di Rumah Sakit, sungguh sangat membosankan. Setiap hari rata-rata ada 200 pasien. Pelayanan mulai sekitar jam 07.30- 16.00 WIB. Setiap mata memandang, isi nya orang sakit mata; ada yang diperban, ada air mata sebelah terus mengalir, ada yang berwarna merah, ada juga kepala dipegang karena sakit. Ketika sedang menunggu antrian, disamping saya ada Mahasiswi semester 6. Dia sedang menjalani program tahfidz sudah dapat sekitar 10 juz. Malangnya, dia mendapatkan ujian tidak bisa melihat.
Rumah sakit ini sangat padat. Meskipun penuh pasien setiap hari, jam 16 WIB semua pasien sudah
selesai mendapatkan pemeriksaanya. Sangat professional.
Hari pertama di Rumah Sakit terasa sedih. Dokter mengatakan bahwa kebutaan yang menimpa istriku adalah peristiwa yang sangat aneh. Jarang
terjadi. Menurutnya 95% berpotensi gagal. Jadi harapan sembuh hanya sekitar 5%.
“Kita menunggu mukjizat saja pak” Kata dokter kepadaku.
Mendengar keterangan dokter, Istri dan Mbah
Putri sangat sedih. Mereka bergantian terus bertanya kepadanya kemungkinan jalan
lain agar bisa sembuh. Dokter menjawab bahwa secara teori, kebutaan secara
mendadak seperti ini sangat sulit disembuhkan. Ini jenis kebutaan yang jarang
sekali terjadi. 1001 kasus. Artinya jika ada 1000 kasus sakit mata, maka baru
ada satu kasus seperti ini.
Di Kamar Rawat Inap Mbah Putri diam,sedih,
bingung dan mata terlihat sayu. Istri menangis terus setelah mendengar perkataan dokter tersebut. Dia selalu mengatakan apakah bisa sembuh dan bagaimana jika sebaliknya buta total. Siapapun mungkin akan
mengalami perasaan sama saat ini saat menimpa nya. Hari-hari biasa dia melihat keindahan sinar
matahari muncul dari timur, burung-burung riang gembira bernyanyi dan terbang
kesana kemari dan lucu nya anak-anak saat bermain, secara tiba-tiba tidak bisa
melihat sama sekali. Dunia terasa gelap. Dia benar-benar tidak bisa lagi
melihat keindahan tersebut.
Saat Istri dan Mbah Putri dalam situasi
yang sangat sedih, Saya bisa jadi orang yang tidak mempunyai kesedihan seperti
mereka. Biasa saja. Bahkan bisa dibilang hatiku terasa bahagia. Saya merasa dan
menyakini bahwa Tuhan sedang menjalankan fase kehiduan sejenis itu agar kami bisa
belajar untuk menyadari tentang hakikat arti kehiduan. Sedih dan senang
hanyalah sebuah istilah saja. Hakikatnya sama, yaitu sama-sama bagian cara
mendekatkan kepada Allah ketika keduanya diformat dengan cara yang tepat.
Maka ketika Istri terus menangis dan
mengulang kata-kata dokter bahwa 95%
kemungkinan operasi matanya gagal dan terjadi buta permanen, saya pun menjawab
dengan santai, “Tak apa-apa, khan masih ada 5% peluang sembuh”. Saya kena
semprot istriku dan tidak pantas untuk bergurau. Tapi saya yakinkan kepada nya
bahwa untuk apa kita menyesali, bersedih secara berlebih-lebihan atau tidak menerima
sakit saat sekarang ini. Menerima atau tidak menerima tetap juga buta. Lebih
baik menerimanya dan ini menjadi diri kita bisa bahagia menjalani hidup.
Tapi itulah hati manusia seperti harga
Saham di Bursa Efek, sangat fluktuatif. Istri saya kadang bisa menerima dengan
tenang, tapi kadang juga menangis lagi ketika melihat kenyataan hidup. Saya
tetap menghiburnya. Tapi saat saya duduk sendiri dan hanya ditemani Faiz kecil
di Pelataran Rumah Sakit, air mata ku kadang tidak terasa membasahi pipi, dan
mulut bergerak menahan tangisan agar tidak sampai meledak. Saat-saat seperti
ini saya senantiasa memohon kesembuhan kepada
Allah SWT.
Saat pagi hari, Mbah Putri menemani istri
untuk kontrol. Sudah tiga hari di Rumah Sakit tidak ada perubahan. Informasi
masih seperti semula, buta total. Saya menggendong Faiz agar tidak menangis.
Jika letih, saya pergi ke Mushola yang ada di Rumah Sakit. Saya biarkan Faiz
berjalan dan kadang “mbrangkang”, sementara saya mengambil air wudhu dan
Sholat Dhuha. Selesai Sholat Dhuha dua atau empat rokaat, saya menggendong lagi
sambil mulutku tidak putus membaca Sholawat Nariyah. Kata guruku,
sholawat ini sangat baik dibaca saat mempunyai hajat yang maha penting. Saya mengamalkan
secara terus-menerus.
Entah sudah beberapa hari di rumah sakit
saya lupa. Namun saat periksa pagi itu, dokter bilang bahwa istri ku sudah
mulai bisa melihat. Tapi itupun masih sangat minim. Saya terus berdoa. Dan
Allah mengabulkan doa kami. Setelah beberapa hari kemudian, perubahan semakin
baik. Bahkan dokter yang memeriksa pun heran atas perubahan yang sangat dratis.
Hasil keputusan, bahwa Istri boleh pulang ke Rumah dan melakukan Rawat Jalan
dengan tetap meminum obat dan memakai Kacamata minus.
Saat berada di Rumah Sakit, Gus Pur menelpon
saya dan menanyakan keadaan istriku. Saya menjawab “Alhamdulillah”. Dia pun
mengabarkan dalam perjalanan pulang Umroh menuju Riau. Saya pun baru sadar,
ternyata cukup lama tinggal di Rumah Nya Gus Pur. Kurang lebih 20-an hari. Memang
saat situasi dalam keadaan sedih, waktu terasa lama sekali. Saat bahagia dan kesembuhan
datang, waktu terasa sangat sebentar. Habis gelap, terbitlah terang.
Saya merasa bahwa ada kekuatan Sang Maha
Pencipta ikut campur tangan dalam peristiwa ini. Penyakit yang seolah-olah
tidak akan sembuh, ternyata bisa pulih kembali. Saya menyakini ini doa-doa
saudara, keluarga, sahabat dari berbagai penjuru. Tentu tidak lupa, doa dari Gus
Pur, Istri dan Ibunda Sundari secara terus-menerus. Hal ini terbukti, saat
mendengar kabar kesembuhan, wajah mereka berubah menjadi sangat cerah. Mereka
benar-benar telah mengorbankan beberapa waktu, moril dan materiil untuk
kesembuhan sakit mata istriku.
Saya sangat terharu, tapi saya tidak harus menangis. Saat kami pamitan pulang, tangisan di antara mereka pun terjadi. Saya
melihat Almarhumah ibunda Sundari pun tak kuasa menahan haru. Mata memerah
bukan karena sedih, tapi bahagia atas kesembuhan istriku.
Saat saya memberi khobar atas
meninggalnya almarhumah, Mbah Putri dan Istri sangat sedih. Kami bersama
teman-teman pun segera melaksakan sholat ghaib dan mendoakan almarhumah Ibu
Sundari. Saya menyakini, ibunya Gus Pur telah melalui perjalanan hidup yang
penuh keagungan dan kemulyaan. Saya menyakini, dia mendapatkan kemulyaan disisi
Allah dan ditempatkan di Surga-Nya. Al-Fatehah.
Penulis : Vijianfaiz,PhD
Ilmu Tawakal Hatim Al-Ashom; Rizqi Yang Tidak Tertukar
13 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   928
Doaku, Doamu, dan Doa Harimau
12 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   568
Doa Kebaikan Untuk Orang Lain, Sebenarnya Untuk Diri Sendiri
11 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   681
Puasa, Idul Fitri dan Perubahan Pola Makan
06 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   703
Idul Fitri dan Misi Perdamaian
05 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   831
Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391
Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200
Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287
IMPLEMENTASI HAK-HAK POLITIK KELOMPOK MINORITAS MENURUT ABDURRAHMAN WAHID
Rabu , 18 Januari 2023      2255
Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120