
Hari ini saya membuka kegiatan
kemahasiswaan dengan judul “Jadi Konten Kreator Cerdas: Kreatif, Kritis, dan
Berkarakter Islami-Kemelayuan” oleh teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam
organisasi PETIK -Potret Estetika dan Jurnalistik.
Membaca judul ini, saya sedikit bisa menyimpulkan bahwa dunia “perkontenan” telah menjadi trend masyarakat di planet bumi. Ia bukan hanya milik anak-anak remaja generasi alpha atau generasi Z tetapi juga sudah diminati oleh generasi jadul. Konten kreator telah menjadi media komunikasi yang sangat demokrasi. Semua kalangan bisa mengeskpresikan ide-ide nya dan segala aktivitasnya dalam beragam wujud konten.

Konten kreator lahir dengan penampilan
lebih praktis. Tidak seperti dunia tulis-menulis. Siapapun bisa belajar melalui
tutorial yang tersebar di youtube. Wajar jika saat sekarang ini muncul para
konten kreator yang usia masih begitu muda, tapi bisa menghasilkan pendapatan
yang cukup fantastis. Konten kreator menjadi dunia usaha baru yang cukup
menjanjikan di tengah-tengah pesatnya pertumbuhan pendudukan dan menyempitkan
lapangan pekerjaan. Kreasi para kreator konten-konten telah memberi secercah harapan
anak-anak muda untuk bisa berkreasi sekaligus mendapatkan penghasilan.
Pada saat yang sama, penulis merasakan ada bayang-bayang kegelisahan dalam hati. Semakin kesini, produk konten kreator malah semakin kesana. Konten kreator benar-benar telah menerapkan madzhab liberalisme, kebebasan tanpa melihat standarisasi nilai-nilai moralitas, etika, akhlak, dan ajaran agama. persaingan bisnis di dunia per-konten-nan sering harus memutar otak dan kadang mengutamakan nafsu agar mendapatkan inspirasi yang terlihat lucu, menggemaskan, tertawa terbahak-bahak atau sebaliknya sedih luarbiasa. Mereka terus mencari inspirasi memutar otak dan terus berfikir, tapi terkadang sering berhenti hanya sebatas sensasi semata.

Penulis -bisa juga anda-sering merasa
terhibur dengan konten-konten yang mampir di beranda Tik-Tok, Youtube, IG, atau
FB. Sering juga ada hiburan dan canda tawa yang tidak lucu dengan menampilkan
seorang gadis atau ibu-ibu rumah tangga yang harus memperlihatkan auratnya atau
bahkan memperagakan sesuatu yang seharusnya diketahui oleh sepasang suami
istri. Ironis lagi, semua akses ini bisa dinikmati oleh anak-anak mulai dari
umur satu tahun sampai usianya tinggal satu tahun lagi.
Konten yang tidak kalah bombastis pemberitaan
saat sekarang ini berkaitan dengan ujaran kebencian, menyudutkan kelompok
tertentu, aliran agama tertentu, suku atau etnis tertentu. Ia tumbuh dan
berkembang dengan pesat. Saking pesatnya sampai-sampai saya merasakan “seolah-olah”
bahwa Menteri Komunikasi dan Digital adalah seluruh kreator konten. Bebas tanpa
batas. Mereka mempunyai otoritas tinggi, bebas dan tanpa tanggung jawab. Dunia kreator
telah berubah menjadi bom waktu yang sangat mengerikan dalam menciptakan
konflik berkepanjangan, disintegrasi bangsa, kemerosotan moral, saling caci
maki sepanjang hari antar anak bangsa.
Tentu saja tidak semua demikian. Ada para
konten kreator yang mendidik dan telaten memberi penyuluh peradaban. Namun jumlah
nya tidak sebanding dengan konten-konten yang merusak. Jumlah nya sangat “njomplang”.
Bahkan ironisnya, media nasional yang kredibel pun sering terhipnotis
ikut-ikutan membuat konten yang hanya berisi “sampah” ketimbang mengedepankan “marwah”.
Era per-konten-nan memang saat sekarang tidak bisa dihindari keberadaan nya. perkembangan zaman akan terus terjadi. Maka dalam menyajikan nilai-nilai kebaikan pun juga semakin beragam.

Ibarat singkong, orang tua kita dulu
memasak nya dengan sederhana. Direbus, dikasih parutan kelapa dicampur garam,
lalu dimakan. Terasa nikmat pada masa nya. kini mulai dirubah, singkong sudah
dibuat menjadi roti dan beragam kueh lainnya dalam beragam rasa dan warna. Apapun
namanya, bahan asal nya tetap singkong. Hanya saja teknis pembuatan dan
penyajian yang berbeda.
Ajaran agama Islam sejak dulu dan sekarang
sama. Pola dakwah dan penyajian akan mengalami perbedaan. Jika pada masa dulu,
ajaran Islam mampu mewarnai nilai-nilai kebaikan seluruh aspek kehidupan pada
masa nya, kini ajaran Islam seharusnya mampu juga mewarnai pada aspek-aspek
tersebut. tentu saja ini tergantung pada kemasan dakwah dalam era digital saat
sekarang ini.
Maka dalam kesempatan mengisi sambutan pada
pelatihan pembuatan konten di pagi hingga siang hari ini, saya mengajak kepada para
kreator pemula untuk tetap menjaga nilai-nilai dakwah dan tetap mengutamakan
nilai-nilai Islami. Tidak masalah sekecil apapun nilainya, tetap konten harus
menghasilkan nilai dakwah.
Saya yakin dan percaya, teman-teman dari
mahasiswa dan para peserta pelatihan hari ini bagian dari generasi yang masih
teguh mempertahankan nilai-nilai keislaman dan juga kemelayuan. Saya optimis
mereka akan memasuki dunia digital yang penuh dengan tantangan yang tidak
ringan. Sepanjang mereka masih tetap memegang kekuatan iman dan moral, setidaknya
masih ada rem pada dirinya untuk tetap melahirkan karya-karya konten yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Penulis : Vijianfaiz,PhD
Lomba Debat
06 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   121
Little is Beautiful:Catatan Expo HMPS KPI
05 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   191
Melihat Kejadian dengan Kacamata Iman
04 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   176
Cahaya Ketenangan Batin
04 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   104
Expo Kemandirian Pesantren: Tantangan Bukan Rintangan
30 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   258
Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391
Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200
Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287
IMPLEMENTASI HAK-HAK POLITIK KELOMPOK MINORITAS MENURUT ABDURRAHMAN WAHID
Rabu , 18 Januari 2023      2255
Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120