Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Konten Kreator Penyambung Obor Peradaban


 DIARY

Kamis , 16 Oktober 2025



Telah dibaca :  419

Hari ini saya membuka kegiatan kemahasiswaan dengan judul “Jadi Konten Kreator Cerdas: Kreatif, Kritis, dan Berkarakter Islami-Kemelayuan” oleh teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam organisasi PETIK -Potret Estetika dan Jurnalistik.

Membaca judul ini, saya sedikit bisa menyimpulkan bahwa dunia “perkontenan” telah menjadi trend masyarakat di planet bumi. Ia bukan hanya milik anak-anak remaja generasi alpha atau generasi Z tetapi juga sudah diminati oleh generasi jadul. Konten kreator telah menjadi media komunikasi yang sangat demokrasi. Semua kalangan bisa mengeskpresikan ide-ide nya dan segala aktivitasnya dalam beragam wujud konten.


Konten kreator lahir dengan penampilan lebih praktis. Tidak seperti dunia tulis-menulis. Siapapun bisa belajar melalui tutorial yang tersebar di youtube. Wajar jika saat sekarang ini muncul para konten kreator yang usia masih begitu muda, tapi bisa menghasilkan pendapatan yang cukup fantastis. Konten kreator menjadi dunia usaha baru yang cukup menjanjikan di tengah-tengah pesatnya pertumbuhan pendudukan dan menyempitkan lapangan pekerjaan. Kreasi para kreator konten-konten telah memberi secercah harapan anak-anak muda untuk bisa berkreasi sekaligus mendapatkan penghasilan.

Pada saat yang sama, penulis merasakan ada bayang-bayang kegelisahan dalam hati. Semakin kesini, produk konten kreator malah semakin kesana. Konten kreator benar-benar telah menerapkan madzhab liberalisme, kebebasan tanpa melihat standarisasi nilai-nilai moralitas, etika, akhlak, dan ajaran agama. persaingan bisnis di dunia per-konten-nan sering harus memutar otak dan kadang mengutamakan nafsu agar mendapatkan inspirasi yang terlihat lucu, menggemaskan, tertawa terbahak-bahak atau sebaliknya sedih luarbiasa. Mereka terus mencari inspirasi memutar otak dan terus berfikir, tapi terkadang sering berhenti hanya sebatas sensasi semata.


Penulis -bisa juga anda-sering merasa terhibur dengan konten-konten yang mampir di beranda Tik-Tok, Youtube, IG, atau FB. Sering juga ada hiburan dan canda tawa yang tidak lucu dengan menampilkan seorang gadis atau ibu-ibu rumah tangga yang harus memperlihatkan auratnya atau bahkan memperagakan sesuatu yang seharusnya diketahui oleh sepasang suami istri. Ironis lagi, semua akses ini bisa dinikmati oleh anak-anak mulai dari umur satu tahun sampai usianya tinggal satu tahun lagi.

Konten yang tidak kalah bombastis pemberitaan saat sekarang ini berkaitan dengan ujaran kebencian, menyudutkan kelompok tertentu, aliran agama tertentu, suku atau etnis tertentu. Ia tumbuh dan berkembang dengan pesat. Saking pesatnya sampai-sampai saya merasakan “seolah-olah” bahwa Menteri Komunikasi dan Digital adalah seluruh kreator konten. Bebas tanpa batas. Mereka mempunyai otoritas tinggi, bebas dan tanpa tanggung jawab. Dunia kreator telah berubah menjadi bom waktu yang sangat mengerikan dalam menciptakan konflik berkepanjangan, disintegrasi bangsa, kemerosotan moral, saling caci maki sepanjang hari antar anak bangsa.

Tentu saja tidak semua demikian. Ada para konten kreator yang mendidik dan telaten memberi penyuluh peradaban. Namun jumlah nya tidak sebanding dengan konten-konten yang merusak. Jumlah nya sangat “njomplang”. Bahkan ironisnya, media nasional yang kredibel pun sering terhipnotis ikut-ikutan membuat konten yang hanya berisi “sampah” ketimbang mengedepankan “marwah”.

Era per-konten-nan memang saat sekarang tidak bisa dihindari keberadaan nya. perkembangan zaman akan terus terjadi. Maka dalam menyajikan nilai-nilai kebaikan pun juga semakin beragam.


Ibarat singkong, orang tua kita dulu memasak nya dengan sederhana. Direbus, dikasih parutan kelapa dicampur garam, lalu dimakan. Terasa nikmat pada masa nya. kini mulai dirubah, singkong sudah dibuat menjadi roti dan beragam kueh lainnya dalam beragam rasa dan warna. Apapun namanya, bahan asal nya tetap singkong. Hanya saja teknis pembuatan dan penyajian yang berbeda.

Ajaran agama Islam sejak dulu dan sekarang sama. Pola dakwah dan penyajian akan mengalami perbedaan. Jika pada masa dulu, ajaran Islam mampu mewarnai nilai-nilai kebaikan seluruh aspek kehidupan pada masa nya, kini ajaran Islam seharusnya mampu juga mewarnai pada aspek-aspek tersebut. tentu saja ini tergantung pada kemasan dakwah dalam era digital saat sekarang ini.

Maka dalam kesempatan mengisi sambutan pada pelatihan pembuatan konten di pagi hingga siang hari ini, saya mengajak kepada para kreator pemula untuk tetap menjaga nilai-nilai dakwah dan tetap mengutamakan nilai-nilai Islami. Tidak masalah sekecil apapun nilainya, tetap konten harus menghasilkan nilai dakwah.

Saya yakin dan percaya, teman-teman dari mahasiswa dan para peserta pelatihan hari ini bagian dari generasi yang masih teguh mempertahankan nilai-nilai keislaman dan juga kemelayuan. Saya optimis mereka akan memasuki dunia digital yang penuh dengan tantangan yang tidak ringan. Sepanjang mereka masih tetap memegang kekuatan iman dan moral, setidaknya masih ada rem pada dirinya untuk tetap melahirkan karya-karya konten yang bisa dipertanggungjawabkan.



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Lomba Debat
06 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   121

Little is Beautiful:Catatan Expo HMPS KPI
05 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   191

Melihat Kejadian dengan Kacamata Iman
04 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   176

Cahaya Ketenangan Batin
04 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   104

Expo Kemandirian Pesantren: Tantangan Bukan Rintangan
30 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   258

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120