Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Q.S. Al-Baqarah Ayat 65 : Ketika Allah Mengutuk Bani Israel Menjadi Monyet



Jumat , 17 Oktober 2025



Telah dibaca :  295

Konferensi Tingkat Tinggi -KTT- di Mesir pada tanggal 13 Oktober 2025 menjadi sejarah baru menciptakan perdamaian dan penghentian perang di Gaza, Palestina. masing-masing pihak-Israel dan Hamas-serah terima tawanan perang. Moment ini juga menjadi jalan terbuka masuknya bantuan kemanusia dari luar negeri ke Gaza. Termasuk sebanyak 35.000 paket bantuan kemanusiaan masyarakat Indonesia melalui Badan Amil Zakat Nasional -Baznas-RI berhasil masuk ke Gaza yang sebelumnya tertahan di perbatasan Rafah, Mesir (https://tribratanews.polri.go.id, 2025).

Gencatan senjata tersebut merupakan proyek politik. Seperti sebuah permainan dadu dalam kisah pewayangan antara Yudistira dan Sengkuni. Semua pemimpin berharap bahwa genjatan senjata merupakan jalan terbuka untuk kemerdekaan palestina. Namun para pemimpin bangsa dari berbagai negara tidak mengetahui persis isi hati dari AS,Israel dan Hamas. Itu sebabnya, negara Iran menolak acara tersebut (Lainufar, 2025).

“Iran tidak akan duduk bersama mereka yang menyerang rakyat kami atas nama perdamaian. Kami menginginkan perdamaian sejati, bukan diplomasi yang menutup-nutupi penindasan” komentar Abbas Araghchi Menteri Luar Negeri Iran.

Secara teori memang kesepatakan gencatan senjata pada KTT Mesir masih membutuhkan pembuktian yang mendalam terciptanya sebuah kesepakatan bersama sebagai win-win solution. Jika melihat sejarah, keinginan bangsa Israel mengembalikan kejayaan nya di tanah kelahiran para Nabi merupakan “Sumpah Palapa” nya kaum Bani Israel. Jika Gajah Mada tidak akan makan buah “Palapa” sebelum menyatukan pulau-pulau Nusantara. Apalagi, Bani Israel mengklaim bahwa tanah Palestina merupakan wilayah yang diberkati oleh Tuhan yang disediakan-menurut mereka- untuk kejayaan bangsa Bani Israel.

Keraguan ini mendasari pada Surat Al-Baqarah ayat 65 yang berbunyi sebagai berikut:

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِى السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خٰسِـِٕيْنَ ۝٦٥

Artinya:

Sungguh, kamu benar-benar telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!”

Para mufasirin mempunyai pandangan beragam tentang perubahan sebagian bani israel menjadi “kera yang hina”. Dalam tafsir Al-Qurthubi para ulama berpendapat sebagai berikut: pertama, mereka benar-benar menjadi kera dan berkelanjutan hingga sekarang; kedua, mereka menjadi kera hanya bertahan hidup tiga hari (Qurthubi, 2015). Dalam Tafsir Munir bukan pada perubahan bentuk manusia menjadi kera-monyet-tapi perubahan pada karakternya, wataknya kaum bani israel. Mereka senantiasa melakukan perbuatan yang ingkar, hina dan jauh dari nilai-nilai kebajikan. Dalam hal ini kebajikan yang berdasarkan pada ajaran agama yang telah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul nya (Az-Zuhaili, 2013).

Jika menggunakan pendekatan Tafsir Munir, maka penulis bisa melihat betapa sulitnya bangsa bani israel untuk menerima suatu kebenaran sebagaimana watak yang ada pada diri monyet. Tidak peduli, sebaik apapun manusia terhadap nya akan tetap selalu mengambil kesempatan-kesempatan keinginan tanpa batas dan kemudian hari  akan membahayakan kepada orang yang telah memberikan makanan kepada mereka.

Realita sejarah demikian, bangsa Bani Israel setelah dilaknat oleh Allah dan berdiaspora ke berbagai negara di barat. Mereka benar-benar kehilangan kekuasaan, kehilangan tanah leluhurnya. Seluruh wilayah Palestina berubah menjadi kekuasaan Islam pada masa Umar Bin Khatab dan masa-masa kekuasan Islam setelahnya.

Akibat genosida Kaum Yahudi oleh Nazi di Jerman pada perang dunia II justru membawa angin segar mereka yang berdiaspora kembali ke kampung halamannya. Pada tanggal 29 November 1947 PBB mengeluarkan resolusi 181 (II) yang membagi Palestina menjadi dua negara. Etnis Yahudi yang meliputi 33 persen populasi dan memiliki secara sah 7 persen lahan di Palestina diberi mandat wilayah negara seluas 56 persen dari wilayah mandat Palestina. Sedangkan warga Arab yang meliputi 67 persen populasi dan pemilik sah sedikitnya 80 persen tanah di Palestina mendapat wilayah lebih sedikit, yakni 43 persen saja (https://www.republika.id, 2024).

Kini Israel semakin luas kekuasaan di tanah Palestina. Sekitar 85 persen, ia telah menguasai Palestina di Tepi Barat, 77 persen di wilayah jalur Gaza. Ia akan terus menambah wilayah kekuasaan sebagaimana yang telah digambarkan dalam al-Qur’an yaitu mempunyai watak kera yang akan terus “ngranggeh” atau mengambil hak milik tanah warga Palestina dengan segala cara, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara  membeli langsung kepada masyarakat Palestina dengan harga yang sangat mahal. Pola sama seperti orang-orang etnis tionghoa membeli tanah di wilayah Nusantara.

Kebencian kita-umat Islam-terhadap kaum yahudi tentu tidak boleh sebatas kebencian yang membabi buta. Allah telah mengajarkan agar kita harus bisa obyektif nalar berfikir kita. Ketika mereka bisa berhasil menguasai dunia, tentu saja atas usaha kerja keras mereka dalam waktu yang sangat panjang saat mereka dalam penderitaan di negara-negara barat. Saat mereka berdiaspora tanpa mempunyai bekal sama sekali, kaum yahudi bekerja dan belajar sungguh-sungguh. Doktrin untuk menguasai dunia telah mandarah daging. Sejak kecil anak-anak kaum yahudi harus belajar dan mencintai membaca buku. Hingga kini negara yang paling mencintai membaca adalah kaum yahudi. Sejak kecil mereka telah dilatih untuk berfikir kritis dan berdiskusi. Sehingga ini menjadi tabiat kaum yahudi hingga dewasa selalu berfikir mencari solusi dalam menyelesaikan segala persoalan di perantauan baik dalam bidang filsafat, pendidikan, ekonomi, politik, saint dan teknologi.

Allah telah menjadikan agama Islam sebagai ya’ulu wala yu’la ‘alahai. Namun dalam tataran teori, kelihatannya ajaran ini telah diambil alih dan dipraktekan oleh kaum yahudi. Umat Islam harus menyadari bahwa kekalahan dalam kancah politik sebagaimana terjadi pada kasus tragedi kemanusiaan di Palestina sebenarnya kekalahan pada tradisi keilmuan kita yang dulu pernah menjadi tradisi yang sangat menggetarkan dunia. Jika ingin bangkit dan ingin menyamai -jika tidak mungkin mengalahkan nya-maka perlu ada kebangkitan secara revolusioner pada tataran ilmu pengetahuan saint dan teknologi di tubuh umat Islam. Namun kapan? Sangat sulit menjawab, sebagaimana sulitnya menjawab kapan selesai nya perdebatan tentang persoalan celana cingkran dan tidak cingkrang. 



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Q.S. Al-Baqarah Ayat 66 : Pesan Terbuka Bani Israel Bagi Umat Islam
11 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   96

Q.S. Al-Baqarah Ayat 63 : Akibat Inovasi Meninggalkan Kitab Suci
07 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   272

Q.S. Al-Baqarah Ayat 62 : Jalan Menghilangkan Rasa Sedih Akut
04 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   356

Q.S. Al-Baqarah Ayat 60 : Bangsa Israel dan Bencana Kemanusiaan
18 September 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   302

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10391


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3200


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120