
Sahabat-sahabat
ku yang sudah tercatat sebagai maqam kyai, ustadz dan sahabat-sahabat yang
tidak mau disebut ustadz[tapi ibadahnya melebihi level ustadz] sudah mempunyai
program menghidupkan sepuluh terakhir di bulan ramadhan tahun ini. Mereka tentu
bersandar kepada hadist Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
ماعلمته
صلى الله عليه وسلم قام ليلة حتى الصباح
Artinya:
Aku
selalu menyaksikan beliau beribadah selama Ramadhan hingga menjelang subuh
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره، وأحيا ليله، وأيقظ أهله
Artinya:
Rasulullah
saw ketika memasuki sepuluh terakhir malam Ramadhan beliau mengencangkan ikat
pinggangnya, menghidupkan (beribadah) malam itu dan membangunkan keluarganya.
Saya
ingin seperti teman-teman ku, duduk di masjid, i’tikaf dan meditasi,
merenungkan diri tentang seberapa besar kemanfaatan puasa di bulan ramadhan
saat ini. Tapi, kelihatannya saya gagal. Di sepuluh hari terakhir saya lebih
suka emosi. Semakin mendekati habis bulan ramadhan, semakin terlihat kebutuhan
hidup; baju istri, anak-anak, kueh, rumah belum dibersihkan, rumput sudah
panjang, dan masih banyak kebutuhan hidup yang tiba-tiba “nylonong” dan membuyarkan meditasi ku dalam rangka mengenal dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lebih
emosi lagi, laptop eror. Program
words tidak bisa untuk mengetik. Sudah dicoba berkali-kali tidak juga bisa.
Mungkin “kesambet”. Ia benar-benar
membuat daftar panjang kemarahan ku di sepuluh terakhir bulan ramadhan.
Idealnya,
puasa memang mempunyai grafik menanjak. Itu grafik istiqomah. Teori sederhana
begini: “Barangsiapa yang amalan hari ini
sama dengan hari kemaren itu rugi. Jika lebih jelek, itu celaka”. Jika anda
waktu puasa pertama, sahur langsung tidur. Maka seharunya malam-malam
selanjutnya harus ada program menyisihkan waktu sedikit-demi sedikit untuk
bertafakur sekaligus berdzikir kepada-Nya. Begitu juga waktu berbuka puasa.
Jika hari pertama berbuka puasa tanpa adanya kendali. Apa-apa di makan. Semua
diminum. Maka idealnya, hari-hari berikutnya mulai membuat program “membaca al-qur’an, angen-angen sa’
maknane”.
Bagaimana
baca Al-Qur’an waktu sedangkan berbuka puasa?. Itu filosofis hidup. Makanan dan
minuman adalah ayat-ayat Al-Qur’an. Di dalamnya ada perintah nabi kalau makan
dan minum harus yang toyibah. Kita disuruh
untuk berfikir tentang makanan tersebut tidak sebatas statusnya halal, tetapi
apakah toyibah bagi kesehatan kita.
Jangan-jangan ketika anda berbuka puasa malah menambah tensi darah naik,
kolesterol bertambah akut, detak jantung bertambah kencang dan lain-lain. Jadi,
puasa mengajarkan diri untuk bisa “menahan”
nafsu kita untuk tidak memakan semua makanan. Kita diajarkan oleh puasa untuk
bisa menahan diri terhadap makanan yang baik, tapi harus dihindari makanan dan
minuman tertentu untuk menjaga kesehatan diri.
Puasa
yang ditandai dengan sahur dan berbuka puasa sebenarnya mengajarkan kepada umat
Islam untuk bisa menahan nafsu diri terhadap makan dan minum yang kelewat
batas. Kita mungkin melihat secara kasat mata persoalan buka puasa dan sahur merupakan
persoalan remeh-temeh. Tapi justru
sumber bencana diri, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara karena
persoalan makanan. Anda krusak-krusuk
kerja banting tulang malam dibuat pagi, pagi dibuat malam, membawa map lamaran
kerja, pergi ke luar negeri kerja, daftar menjadi anggota legislatif,
eksekutif, kampanye “entah apa-apa yang disampaikan, yang penting ngomong,
penampilan seperti dewa penyelamat, gagah, sopan, santun, murah senyum dan
berwibawa. Semua dilakukan jika di sederhanakan sebenarnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Maka sehebat apapun suatu program, hanya bisa dianggap bisa
berhasil jika masyarakat nya bisa mengisi perutnya dengan makanan yang halal
dan tayibah. Rumah bagus, kendaraan bagus tapi beras tidak ada, pastinya “klenger”, pusing dan stres.
Dari
sini kita memahami, bahwa pesan sepuluh terakhir dari Rasulullah agar kita
mengencangkan ikat pinggang dan menghidupkan malam-malam ramadhan selain karena
persoalan ritual, juga persoalan kehidupan sosial. Pada malam sepuluh terakhir
kita harus bisa mengambil suatu kesimpulan pelajaran puasa ini. Mau dibawa
kemana tarbiyah puasa. Apakah setelah selesai puasa, selesai juga baca al-qur’an,
sedekah, bangun malam, dan selesai juga empati kita kepada sesama manusia? Atau
sebaliknya, setelah bulan ramadahan berakhir kita semakin menjadi manusia
paripurna; baik ibadahnya, berkualitas amal sholeh kita di tengah-tengah
masyarakat.
Puasa
memang harus bisa menyadarkan diri tentang persoalan ibadah dan persoalan
kehidupan sosial yang semakin komplek. Puasa harus bisa menyatukan dua dimensi
antara persoalan dunia dan akherat pada satu tarikat nafas dalam definisi lail
al-qadr. Puasa harus benar-benar melahirkan manusia baru, yaitu manusia “tahan
banting”, yang bisa manunggaling
dhohir dan batin untuk siap-siap berkarya, mengukir prestasi agar kita
mempunyai kehidupan semakin baik di masa mendatang dan semakin baik juga dalam
hal beribadah kepada Allah SWT.
Penulis : Vijianfaiz,PhD
Imam Hakim
Eling eling siro menungso... Laptop jugawayahe puasa Yai...wayahe disampingkan sejenak, perhatian seakan akan fokus kepada yg mesti...wayahe mendefrag jg laptop niku menawi....Ampunnn
Admin
hehehehe, benar juga ya?
Ilmu Tawakal Hatim Al-Ashom; Rizqi Yang Tidak Tertukar
13 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   928
Doaku, Doamu, dan Doa Harimau
12 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   568
Doa Kebaikan Untuk Orang Lain, Sebenarnya Untuk Diri Sendiri
11 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   681
Puasa, Idul Fitri dan Perubahan Pola Makan
06 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   703
Idul Fitri dan Misi Perdamaian
05 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   831
Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10395
Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3201
Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287
IMPLEMENTASI HAK-HAK POLITIK KELOMPOK MINORITAS MENURUT ABDURRAHMAN WAHID
Rabu , 18 Januari 2023      2255
Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120