Avatar

Imam Ghozali

Penulis Kolom

824 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Secangkir Kopi Pagi di KTIQ



Selasa , 05 September 2023



Telah dibaca :  320

Hari ini lomba Karya Tulis Ilmiah Qur'an (KTIQ) tingkat Kabupaten Bengkalis. Saya ikut menemani para Dewan hakim: Prof Samsul Nizar, Buya Amrizal, Dr. Rozali Akbar, Dr. Syahbudin, Dr. Almaarif, Musa Ismail,M.Pd,Dr. Khodijah,dan Dr. Asubli,serta Mas Tamami,ST. Pelaksanaannya di SDN 10 Pinggir.

Peserta KTIQ sebanyak 20 orang; 10 peserta putra,10 peserta putri. Mereka menjadi utusan setiap Kecamatan untuk ikut berlomba menulis karya Ilmiah.

Saya duduk di kursi depan. Terlihat mereka sibuk mengetik, membuka buku, artikel dan sumber-sumber bacaan lainnya. Bagi Peserta yang berlatar belakang mahasiswa sudah terbiasa membuat karya ilmiah. Sedang peserta yang masih sekolah tingkat SLTA, perlombaan ini menjadi sangat Istimewa sekali. Pengalaman yang sangat berharga dan menjadi kenangan yang sangat sulit dilupakan.


Pemandangan ini tentu berbeda pada masa dulu. Belum ada Laptop. Masih memakai Mesin Ketik. Suaranya terasa khas sekali ketika tombol-tombol huruf diketuk dengan jari-jari tangan. Seperti nyanyian malam yang melahirkan inspirasi-inspirasi untuk terus menulis.

Kenapa MTQ ada cabang perlombaan KTIQ? Filosofisnya sederhana: membangun mata rantai ilmu pengetahuan. Alloh berfirman; "Sesungguhnya kami menurunkan Al-Quran dan kami juga yang akan menjaga keberadaannya."

Penulis Artikel ini teringat perdebatan terjadi antara sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khatab,tentang persoalan keberadaan Al-Quran. Umar memberi usul agar Al-Qur'an dikumpulkan menjadi satu mushaf. Tujuannya agar firman Alloh tidak hilang dari muka bumi.  Sebab dia melihat peristiwa peperangan pada masa nya telah ikut berperan  memperkecil jumlah para hafidz. Sehingga kekhawatiran Al-Qur'an semakin hilang ketika para hafidz ikut ke Medan pertempuran.

Usul brilian Umar bin Khatab dianggap terlalu liberal dan dianggap bertentangan dengan Nash Al-Qur'an dan Hadist. Abu Bakar menolak. Menurut nya, jika dia mendapat tugas mengangkat Gunung Uhud lebih masuk akal bisa laksanakan daripada menjadikan Al-Qur'an yang secara tekstual tidak ada dasar dalam kedua sumber hukum Islam.

Namun perdebatan intelektual terus berlanjut. Kedua melakukan argumentasi dalam beragam prespektif. Akhirnya, analisis logis Umar bisa diterima oleh Abu Bakar.  Walaupun secara tekstual ide Umar tidak ada dalam kedua sumber hukum Islam,secara subtansional justru akan ditemukan beragam ayat dan hadist tentang penting nya membubukan Al-Qur'an dalam satu mushaf.

Jika saat permulaan generasi Islam sudah sangat terasa urgensi sebuah mushaf (buku atau kitab),maka kondisi saat sekarang ini tradisi tulis-menulis jauh lebih sangat dibutuhkan. Apalagi perkembangan zaman,saint dan teknologi yang melahirkan beragam problematika yang sangat komplek. Agama sebagai problem solving  sangat diharapkan peran untuk menyelesaikan nya dengan cara baik,benar dan sesuai firman-firman-Nya. Dari sini perlu ada tulisan-tulisan yang mampu menafsiri ayat -ayat Al-Qur'an yang bisa memberikan solusi dengan pendekatan qurani

Tradisi seperti ini harus terus-menerus dilakukan. Persaingan informasi melalui karya ilmiah dengan kajian Al-Quran terus melahirkan karya-karya yang tidak terhitung jumlahnya. Bahkan non-muslim sudah sangat banyak menjadi pakar agama Islam.  Mereka mampu menjelaskan Al-Qur'an dalam segala aspek kehidupan. Bahkan tidak sedikit karya mereka menjadi rujukan dalam memahami ajaran Islam. Tulisan-tulisan mereka yang enak dibaca dan dilengkapi dengan referensi yang lengkap telah menjadi pilihan pilihan generasi Islam untuk mengambil tulisan-tulisan mereka sebagai sumber rujukan baik dalam wujud karya ilmiah atau dalam praktek-praktek kehidupan sehari-hari.

Bagaimana dengan umat Islam.Terutama para generasi Islam. Apakah mereka sudah mempunyai kualitas seperti bangsa barat dalam memperdalam kajian-kajian Al-Qur'an? Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban melalui data yang akurat. Hanya saja, dalam dunia tulis-menulis secara umum, generasi Islam masih jauh tertinggal dari generasi non-muslim.

Ukuran-ukuran sederhana saat membuka tulisan-tulisan artikel ilmiah. Jika di "klik" jurnal Internasional, maka generasi  Islam belum begitu banyak mewarnai di wilayah tersebut.


Dari sini penulis bisa mengambil pelajaran bahwa dunia tulis-menulis menjadi sebuah keharusan yang sangat penting. Melalui tulisan yang baik, akan mampu menjelaskan keindahan Al-Quran dan segala rahasia-Nya. Untuk mencapai tersebut, latihan secara terus-menerus menjadi kunci yang harus dilakukan. Tentu saja, banyak faktor lain yang membantu hasil lebih maksimal lagi.

Semoga tradisi menulis para peserta KTIQ bukan sebatas musiman. Semoga ini menumbuhkan kesadaran mereka untuk mencintai Al-Quran melalui karya ilmiah. Dari sini tumbuh semangat orientasinya untuk ibadah,dan bukan sebatas untuk mendapat hadiah.



Penulis : Imam Ghozali


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Ilmu Tawakal Hatim Al-Ashom; Rizqi Yang Tidak Tertukar
13 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   856

Doaku, Doamu, dan Doa Harimau
12 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   530

Doa Kebaikan Untuk Orang Lain, Sebenarnya Untuk Diri Sendiri
11 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   613

Puasa, Idul Fitri dan Perubahan Pola Makan
06 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   636

Idul Fitri dan Misi Perdamaian
05 April 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   752

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      7848


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      2740


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2202


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2006