Avatar

Vijianfaiz,PhD

Penulis Kolom

250 ARTIKEL TELAH DITERBITKAN

" "

Api Kehidupan



Kamis , 27 Maret 2025



Telah dibaca :  503

Salah satu unsur yang menunjang kehidupan manusia yaitu Api. Ketika belum ada dunia modern seperti sekarang ini, orang-orang dulu membuat api dengan cara tradisional yaitu menggesekan dua batu, atau menggesakan kayu dengan kayu. Percikan-percikan api ini kemudian membakar daun-daunan kering yang sudah disediakan.

Pada masa dulu api sangat berguna. Selain untuk memasak juga untuk menghangatkan badan. Orang-orang dulu tinggal di gua-gua atau di bawah pohon-pohon besar. Saat malam atau saat hujan datang, kehadiran Api Unggun menjadi sangat penting sekali untuk mengusir rasa dingin yang menusuk sampai ke tulang-tulang.

Pada masa sekarang, Api juga masih sangat penting. Pada era modern sangat mudah untuk mendapatkan Api. Sudah banyak sumber-sumber Api berkah kemajuan akal dan kecerdasan manusia yang terus berkembang. Nyaris, kegelapan sudah tidak ada lagi. Era modern, malam laksana siang. Terang sekali. Pola hidup pun mulai berubah. Ada yang bekerja malam, siang tidur. Kerja siang, malam tidur. Itulah kehidupan modern saat sekarang ini.

Dulu kegelapan tidak mengagetkan sekali. Sudah terbiasa dengan kegelapan. Sekarang kegelapan seperti menjadi musuh manusia yang sangat menjengkelkan.

Orang kafir atau orang munafik pada masa nabi digambarkan seperti api yang padam. Mereka bingung, marah, emosi. Tapi tidak mempunyai jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Mereka hidup dalam kegelapan. Q.S. Al-Baqarah menjelaskan sebagai berikut:

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِى اسْتَوْقَدَ نَارًاۚ فَلَمَّآ اَضَاۤءَتْ مَا حَوْلَهٗ ذَهَبَ اللّٰهُ بِنُوْرِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِيْ ظُلُمٰتٍ لَّا يُبْصِرُوْنَ ۝١٧

صُمٌّ ۢ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُوْنَۙ ۝١٨

Artinya:

Perumpamaan mereka seperti orang yang menyalakan api. Setelah (api itu) menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.

(Mereka) tuli, bisu, lagi buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa ketika orang munafik bertemu dengan orang muslim sebenarnya ia sedang mendapatkan api. Ia bisa berjalan dengan keadaan terang dan tidak tersesat. Namun saat mereka tidak mau menerima nasihat, maka ia seperti membuang api dalam kehidupan sehari-hari. Ia hidup dalam keadaan gelap gulita (Qurthubi, 2015).

Perbedaan orang yang gelap hati dan orang yang mempunyai cahaya hati. Seandainya orang-orang yang benar-benar hati nya sudah qalbun salim, hati nya sudah terang karena iman kepada Allah, maka seandainya dunia ini gelap tetap terasa terang. Sebab Allah selalu hadir pada dirinya. Berbeda bagi orang yang hatinya tidak mendapatkan cahaya Ilahi. Hatinya gelap. Maka akan mendapatkan ketakukan. Sebab hati nya kosong. Hanya berisi  kekhawatiran dan kecemasan akibat gelap nya malam hari.

Lihat: https://imamghozali.id/post/menetralisir-racun-kebencian-menjadi-obat

Hakikat kegelapan bukan karena malam yang gelap, tapi hati yang gelap karena tidak mendapat petunjuk dari Allah SWT. Kini bayang-bayang kegelapan telah terjadi di dunia yang terang benderang. Hal ini ditandai semakin banyak orang yang frustasi akibat persaingan hidup semakin komplek dan kebutuhan hidup semakin meningkat. Sedangkan lapangan pekerjaan semakin sempit.

Perguruan tinggi semakin hari semakin bertambah, kursus keahlian semakin menjamur. Para orang-orang hebat, pakar ilmu ekonomi terus dilahirkan untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan dan kesenjangan hidup. Tapi seiring dengan pertumbuhan pendidikan tinggi dan semakin banyak para pakar, semakin bertambah meningkat pula pengangguran.

Lihathttps://imamghozali.id/post/standarisasi-kebencian-pada-suatu-kaum

Orang-orang beriman tentu saja menyikapi hal tersebut dengan tetap pendekatan iman, bukan sebatas kecerdasan saja. Iman yang melahirkan ketenangan hati, pikiran yang melahirkan solusi. Pendekatan iman berarti, pertama, bahwa segala yang menimpa kita sebenarnya berasal dari Allah SWT. Hal ini mendasarkan pada Q.S. At-Taubah ayat 51 sebagai berikut: “Katakanlah (Muhammad) sekali-kali (tidak ada manfaat dan madzarat) yang akan menimpa kami melainkan telah ditetapkan Allah bagi kami”. Kedua, perlu ada pemahaman bahwa musibah atau bala bencana sebenarnya bersifat netral (Baqir, 2020). Bisa terjadi pada siapa saja. Semua itu sebenarnya bisa meningkatkan kualitas hidup semakin baik. Tidak ada kesulitan selain di dalam nya ada solusi penyelesaian masalah. Ketiga, jangan menjadikan jabatan, kekayaan dan segala kemewahan di dunia sebagai tujuan hidup. Jika standarisasi tidak tercapai sesuai dengan ekspetasinya, maka akan mengalami kegoncangan jiwa. Sikap obsessed ini membuat orang berlomba-lomba mengejar tujuan tersebut, sehingga ia melupakan kebahagiaan abadi sebagai tujuan (Baqir, 2020).

Islam jelas mengatur kehidupan mempunyai tujuan yang mulia yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT. Kuliah, kursus, bekerja, jabatan, kekayaan sebenarnya sebatas sarana. Jika anda bercita-cita menjadi anggota legislatif atau eksekutif, tapi gagal dan malah menjadi orang biasa saja dan bekerja serabutan dalam kontek Islam tidak ada masalah sama sekali. Dan tidak perlu malu sekali. Kegagalan tetap terbaik bagi orang beriman. Sebab semua proses regulasi dilaksanakan, dan belum mencapai pada cita-cita puncaknya. Tetap Islam melihat sebagai keberhasilan dalam bentuk yang berbeda.

Anda mungkin mempunyai anak banyak. Semua sekolah di sekolah elit. Jurusan bagus-bagus. Tapi selesai kuliah nasib nya tidak bagus. Jika anda menyekolahkan anak-anak menitikberatkan pada tujuan, maka anda mungkin akan menanggung malu dan menderita. Sehingga dengan enteng anda mengatakan begini: “Sudah disekolahkan mahal-mahal, malah menjadi pengangguran”.

Dari paparan di atas, bahwa salah satu yang menyebabkan api kehidupan kita mati dalam hati karena kita tidak sadar menganut pola hidup orang-orang kafirin atau munafikin, yaitu hidup ingin kekal selama-lamanya di dunia. Hidup terus bekerja dan saat ia sukses di usia tua, lalu meninggal dan hartanya yang milyaran lepas dari tangannya.

Silahkan anda bekerja dan belajar serta mengasah keahlian untuk mencapai kebahagiaan di dunia. Tapi ingat, saat anda mencapai puncak karir, itu bukan tujuan. Tapi sarana. Tujuan kita semua yaitu beribadah mencari ridha Allah SWT. Semoga pekerjaan kita bagian dari ibadah yang diridhai-Nya.



Penulis : Vijianfaiz,PhD


Bagikan Ke :

Tulis Komentar


   Berita Terkait

Q.S. Al-Baqarah Ayat 66 : Pesan Terbuka Bani Israel Bagi Umat Islam
11 November 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   97

Q.S. Al-Baqarah Ayat 65 : Ketika Allah Mengutuk Bani Israel Menjadi Monyet
17 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   296

Q.S. Al-Baqarah Ayat 63 : Akibat Inovasi Meninggalkan Kitab Suci
07 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   273

Q.S. Al-Baqarah Ayat 62 : Jalan Menghilangkan Rasa Sedih Akut
04 Oktober 2025   Oleh : Vijianfaiz,PhD   356

   Berita Popular

Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Minggu , 17 September 2023      10392


Pentingnya Manusia Ber-Tuhan
Minggu , 03 September 2023      3201


Puasa dan Ilmu Padi
Rabu , 03 April 2024      2287


Sejuta Rasa di Hari Idul Fitri
Kamis , 11 April 2024      2120